Jakarta - Selain untuk meraih ganjaran pahala, bersedekah tentunya juga dari panggilan hati. Namun ada yang perlu kita waspadai ketika akan memberi sedekah pada pengemis atau gelandangan yang ada di jalanan. Bukannya membawa kebaikan, justru bisa membuat kita melanggar Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2008 tentang Ketertiban Umum.
Sejalan dengan Perda tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta mengeluarkan fatwa haram atas segala aktivitas yang menganggu ketertiban seperti mengemis, berdagang asongan, mengelap mobil, atau memberi uang di jalan raya.
Sekretaris Umum MUI DKI Jakarta Samsul Ma'Arif mengatakan segala aktivitas itu haram dan dilarang oleh agama karena berpotensi merugikan banyak orang dan menimbulkan kerawanan. "Apapun alasannya, memberi uang kepada peminta-minta itu tidak dibenarkan. Maksudnya, tidak hanya meminta tapi memberi juga masuk di dalamnya," kata dia kepada Detikcom di Balai Kota Jakarta, beberapa waktu lalu. "Jadi memberi yang bisa mengganggu ketertiban umum itu dilarang!" ujarnya menegaskan.
Selain faktor gangguan, Samsul mengatakan alasan lainnya karena tidak semua pengemis tersebut diduga bukan meminta-minta karena keterpaksaan tapi karena bermental malas. Bahkan tak jarang ditemukan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang melakukan penipuan dengan menggugah iba masyarakat seperti pura-pura hamil, sakit bahkan cacat. "Disinyalir menurut informasi Dinas Sosial ini juga semacam dikoordinir oleh kelompok-kelompok tertentu," kata dia.
Samsul mencontohkan kemunculan para gelandangan pengemis (Gepeng) musiman yang menjamur di berbagai lokasi di ibu kota. Setiap kali menjelang bulan Ramadan, jumlahnya umumnya meningkat drastis. Tak hanya penduduk Jakarta dan sekitarnya, tapi para gelandangan juga banyak yang datang berbagai kota di Jawa Tengah dan Jawa Barat. "Sekarang di jalan-jalan Jakarta Selatan itu misalnya, sudah makin tidak karuan. Setiap mau ceramah jam 3 pagi sudah banyak mobil-mobil di sana," kata dia.
Fatwa haram memberi dan meminta-minta di jalanan sebenarnya sudah dikeluarkan sejak medio 2008. Namun fatwa ini belum bisa diterapkan maksimal. Terbukti di tiap-tiap lampu merah masih ada saja ditemukan gelandangan dan pengemis. "Selain kurang sosialisasi, banyak yang beralasan moso sodakoh dilarang? Tapi fatwa MUI ini sejalan dengan Perda tentang Ketertiban Umum," tutur Samsul.
Samsul juga mengaku sudah mengajak pemerintah daerah untuk bekerja sama sehingga diharapkan jumlah gepeng musiman, apalagi yang datang dari kota-kota lain di luar Jakarta, bisa semakin ditekan. Tak hanya sekadar merazia, menangkap, lalu mengembalikan ke daerah asal, menurut Samsul pemerintah harus fokus untuk memberi pelatihan pekerjaan dan penyediaan lapangan kerja."Ini tanggung jawab bersama, tapi MUI hanya imbauan bersifat moral, yang lebih punya kewenangan ya pemerintah, fakir miskin tanggung jawab negara, jangan dibuang ke tempat yang satu nanti antar pemda saling membuang."
Badan Amil Zakat Infaq dan Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta menghimbau agar masyarakat memberikan zakatnya kepada kaum dhuafa yang memang benar-benar membutuhkan. Selain tersalurkan dengan benar, umat muslim juga mendapatkan pahala. Fenomena manusia gerobak yang melonjak di bulan Ramadan sudah menjadi tradisi di Jakarta dalam beberapa tahun terakhir terutama daerah Timur dan Selatan.
“Kami himbau jangan kasih zakat dan sedekah ke mereka. Lebih baik ke instansi atau musala, masjid dekat rumah. Kita tidak tahu profesi asli mereka karena sebagian musiman datang ke Jakarta,” ujar pengurus sekaligus Kepala Sekretariat BAZIS DKI, Embai Suhaimi saat ditemui Detikcom, Rabu (26/7).
Menurut catatan Embai, tahun kemarin mustahiq (penerima zakat) terbesar dari Jakarta Timur dan Selatan. BAZIS mengalokasikan zakat kepada masyarakat yang tidak mampu menyesuaikan data yang ada di setiap daerah kota madya. Setiap tahunnya perolehan zakat meningkat 12 persen. Total perolehan zakat, infaq, dan sedekah tahun kemarin mencapai Rp 81,4 miliar. Sedangkan, target perolehan tahun ini mencapai Rp 90 miliar. “Insya Allah pasti kami salurkan ke mustahiq seperti anak yatim piatu, janda miskin, kaum jompo, dan yang berhak menerima lainnya,” jelas Embai.
*****
Nayaka Untara alias Naya punya kesibukan baru selama bulan Ramadan ini yakni Sahur on the road. Bekas suami aktris Enno Lerian ini diajak oleh teman-temannya sesama pemain sinetron ataupun musisi band untuk berbagi makanan kepada para penyandang masalah kesejahteraan sosial di kawasan ibu kota.
Selasa (24/7) lalu misalnya, Naya dan teman-temannya membagikan sekitar 400 bungkus nasi kepada para pengemis dan gelandangan di kawasan Grogol dan Pasar Pagi, Jembatan Lima, Jakarta Utara. "Motivasi saya cuma ingin berbagi apa yang saya punya dan mereka enggak punya," kata Naya kepada Detikcom Kamis (25/7)Lewat berbagi, dia mengaku mendapat kepuasan batin dan pelajaran tersendiri. "Itu membuat saya berpikir, kok saya yang belum apa-apa nih di dalam dunia udah banyak ngeluh, sementara mereka dalam kondisi dan keterbatasan seperti itu masih bisa tersenyum dan tertawa," ujarnya membeberkan.
Sesungguhnya, acara berbagi ini sebenarnya sudah lama ia lakoni. Naya juga termasuk salah satu penggagas berdirinya Komunitas Berbagi Nasi. Hampir tiap minggu, Naya dan puluhan volunteer menyisir berbagai wilayah kumuh dan stasiun kereta Jakarta yang ditinggali gelandangan demi membagikan nasi. Namun, pembagian itu hanya dilakukan malam hari dengan maksud menghindari para pengemis yang banyak berkeliaran di siang hari.
Tapi ada satu yang selalu ia hindari saat berbagi nasi maupun saat Sahur on The Road, memberikan uang sedekah. "Kita konsisten di nasi, kalau masalah uang, saya dan teman-teman sebenarnya enggak nyaranin kasih uang tunai karena saya pikir itu sangat tidak mendidik bagi mereka," kata dia. Naya berharap, sebungkus nasi itu jadi pintu awal masuk untuk nantinya bisa berkomunikasi dengan para gelandangan, mengenai kebutuhan yang lebih luas seperti kesehatan dan pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar